Jumat, 17 Desember 2010

ANALISA KEBIJAKAN PENDIDIKAN

A K R E D I T A S I :
ANTARA ANCAMAN DAN ANJURAN BAGI LEMBAGA PENDIDIKAN
(Anlisa Peningkatan Mutu dan Kualitas Pendidikan Madrasah)

Oleh : M. Alfithrah Arufa, S.Pd.I


A. Pendahuluan
Sebagai salah satu pranata sosial yang sangat penting, pendidikan telah berupaya mencerdaskan bangsa guna maraih kehidupan masyarakat yang maju, demokratis, mandiri dan sejahtera. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Pembaharuan pendidikan dilakukan terus-menerus agar mampu menghadapi berbagai tantangan sesuai dengan perkembangan zamannya. Pada era reformasi dan demokrasi pendidikan ini, tantangan yang dihadapi oleh system pendidikan nasional kita adalah terkait dengan pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Penyelenggaraan akreditasi sebagai salah satu kegiatan peningkatan mutu di bidang pendidikan, pada hakikatnya adalah agar penyelanggaraan pendidikan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dan pada gilirannya peserta didik dapat mencapai keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu, keterampilan maupun dalam pembentukan keperibadian. Disamping itu penyelenggaraan akreditasi diupayakan sesui dengan paradigma baru dalam penyelenggaraan akreditasi sekolah dan madrasah, di antaranya adalah tidak lagi membedakan antara lembaga negeri dengan swasta, serta mendayagunakan keterlibatan masyarakat dengan menjunjung prinsip keterbukaan dan akuntabilitas, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan, hingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu bersaing serta mampu menghadapi tantangan zaman. Oelh karena itu penyelenggaraan akreditasi madrasah, sebagai upaya pengendalian mutu, baik melalui sistem penilaian hasil belajar, penerapan kurikulum, sarana, tenaga kependidikan terutama bagi pengaturan sistem belajar mengajar.
Seiring dengan sarana peningkatan mutu ini (akreditasi), sistem pendidikan (dalam hal ini pelaksana akreditasi) seharusnya — bisa dikatakan— menjadi “dewan juri” yang konstruktif bagi para peserta (sekolah/madrasah) dalam ajang kompetensi akreditasi ini, namun bagaimanakah hasilnya selama ini? Apakah mutu pendidikan bisa dijamin dengan suksesnya proses akreditasi saja? atau justru akreditasi masih perlu diakreditasi terlebih dahulu agar mendapat perhatian yang serius dari lausnya masalah-masalah pendidikan negeri ini, sehingga tidak menjadi bumerang bagi ketidak kredibel-an dan ketidak komperhensif-an sistem akreditasi itu sendiri. Disamping itu apakah akreditasi hanya menjadi informasi di atas kertas cantik yang tidak bersesuaian dengan kondisi obyaktif lapangan? Atau kemungkinan lain adalah akan terjadi daya saing antara lembaga pendidikan dalam memajukan mutu lembaganya masing-masing (seirama dengan mutu pendidikan), transparansi mutu dan kualitas sebuah lembaga pendidikan akan “terukir terang” dalam berbagai simbolik nilai hasil penilaian akreditasi yang kemudian menyertai nama lembaga pendidikan tersebut bahkan akan ditulis besar di papan nama sekolah, tentu hal yang sangat konstruktif sekali jika persaingan kompetensi yang transparansi ini (baca: akreditasi) menjadi anjuran bagi lembaga pendidikan, namun tidak menutup kemungkinan juga mejadi ancaman bagi sebagian lembaga pendidikan yang skornya masih rendah dan (bisa saja) masih terpaksa menuliskan nilainya di sebelah nama sekolahnya itu, lantas akan adakah pertimbangan lain dari Lembaga Pendidikan yang sedang “haus” akan pengembangan pendidikan namun masih “kering” Kuantitas dan berpotensi tinggi kualitasnya?

B. Pengertian Akreditasi Madrasah/Sekolah
Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diriya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Akreditasi didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka.
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah.
Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah menyebutkan bahwa yang dimaksud Akreditasi Sekolah / Madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu Sekolah / Madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Dalam melaksanakan akreditasi, BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur. BAN-S/M melaksanakan akreditasi terhadap program dan / atau satuan pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pengertian lain mengenai akreditasi adalah sebuah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan dan / atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Di dalam proses akreditasi, sebuah sekolah dievaluasi dalam kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada keseluruhan kondisi sekolah sebagai institusi belajar. Akreditasi merupakan alat regulasi (self-regulated) agar sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya.
Dalam konteks akreditasi madrasah, dapat diberikan pengertian sebagai suatu proses penilaian kualitas madrasah, baik madrasah negeri maupun madrasah swasta dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga akreditasi.

C. Landasan Hukum Akreditasi
Bagian penting dari terwujudnya standar nasional pendidikan maka pemerintah melakukan akreditasi pada lembaga pendidikan yang dalam pembahasan ini diarahkan pada akreditasi sekolah dan madrasah.
Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab XVI pasal 60 tentang akreditasi dijelaskan bahwa :

1. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
3. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
4. Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Akreditasi madrasah/sekolah mengacu pada praturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab XIII tentang Akreditasi yang memuat pasal:
Pasal 86
1. Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pedidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.
2. kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan akreditasi.
3. akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik dilakukan secara obyaktif, adil, transparan, dan komperhensif dengan menggunakan instrument dan criteria yang mengacu kepada standar pendidikan.
Pasal 87
1. Akreditasi oleh pemerintah sebagaimana di maksud dalam pasal 86 ayat 1 dilaksanakan oleh :
a. BAN-S/M terhadap program dan/atau satuan pendidikan, pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b. BAN-PT terhadap program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; dan
c. BAN-PNF terhadap program dan/atau satuan pendidikan jalur nonformal.
2. Dalam melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, BAN-S/M dibantu oleh badan akreditasi provinsi yang dibentuk oleh Gubernur.
3. Badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
4. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bersifat mandiri.
5. Ketantuan mengenai badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 88
1. Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat 2 dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari Menteri.
2. Untuk memperoleh pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
a. berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirbala.
b. Memiliki tenaga ahli yang berpengalaman di bidang evaluasi pendidika.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan peraturan pemerintah.

Sementara belum ada peraturan pemerintah tentang ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan akreditasi sekolah, Keputusan Mendiknas tentang akreditasi sekolah dan Kepmen No. 039/0/2003 tentang Badan Akreditasi Sekolah Nasional dapat merupakan panduan operasional pelaksanaan akreditasi sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2003. Badan Akreditasi Sekolah Nasional kemudian menyusul berbagai panduan operasional yang isinya lebih rinci.

D. Fungsi dan Tujuan Akreditasi Madrasah
Akreditasi madrasah memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1) Perlindungan Masyarakat (Qualitiy Assurance)
Maksudnya agar masyarakat memperoleh jaminan tentang kualitas pendidikan madrasah yang akan dipilihnya sehingga terhindar dari adanya praktik yang tidak bertanggung jawab.
2) Pengendalian Mutu (Qualitiy Control)
Maksudnya agar madrasah mengetahui akan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya sehingga dapat menyusun perencannaan pengembangan secara berkesinambungan.

3) Pengembangan Mutu (Qualitiy Improvment)
Maksudnya agar madrasah merasa terdorong dan terteantang untuk selalu mengembangkan dan mempertahankan kualitas serta berupaya mengupayakan dari berbaga kekurangan.
Semantara tujuan akreditasi madrasah adalah untuk memperoleh gambaran keadaan dan kinerja madrasah dan untuk menentukan tingkat kelayakan suatu madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan, sebagai dasar yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di madrasah.

E. Persyaratan Madrasah yang diakreditasi
Untuk memperoleh pengakuan status dan tingkat kelayakan madrasah melalui akreditasi, sekurang-kurangnya satuan pendidikan madrasah harus telah memenuhi persyaratan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu;
1. Tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan, yaitu:
a. Kepala Madrasah
b. Pendidik dan tenaga kependidikan, terdiri dari sekurang-kurang seorang guru untuk setiap kelas bagi madrasah dan sekolah seorang guru untuk masing-masing mata pelajaran bagi MTs dan MA
c. Siswa, sekurang-kurangnya 10 orang setiap tingkatan
d. Kurikulum yang diterapkan
e. Ruang belajar
f. Buku pelajaran, peralatan dan media pendidikan yang diperlukan
g. Sumber dana tetap
2. Penyelenggara pendidikan, baik itu dari pemerintah maupun dari masyrakat. adapun penyelenggaraan pendidikan dari masyarakat. Harus berbentuk yayasan atau organisasi sosial yang berbadan hukum.
3. Telah memiliki piagam terdaftar atau izin operasional penyelenggaraan pendidikan madrasah dan sekolah dari instansi yang berwenang.
4. Madrasah Memiliki surat keputusan kelembagaan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) sekolah.
Secara umum pedoman penilaian akreditasi itu meliputi aspek berikut: pertama, dari segi kelembagan meliputi organisasi, sarana dan prasarana, keuangan, dan tenaga pendidikan. Kedua, dari segi Akademik meliputi kurikulum, guru dan siswa, perpustakaan, dan penyelenggara.

F. Penilaian /Akreditasi Madrasah
Dari segi lingkup komponen madrasah yang dinilai dalam akreditasi, meliputi penilaian proses belajar mengajar, sumber daya, manejemen, kultur dan lingkungan madrasah. Adapun jabaran dari komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Proses Belajar Mengajar (PBM)
Pengajaran yang dilkukan oleh seorang guru dapat disebut efektif jika sebagian besar siswa menguasai sebagian besar dari materi yang diajarkan. Dalam hal ini, kegiatan pembimbingan akademis terhadap siswa sangat menentukan kemajuan belajar siswa. Oleh sebab itu, kegiatan akreditasi madrasah harus mencakup hal-hal yang berkenaan dengan proses belajar mengajar secara utuh. Dalam komponen proses belajar mengajar ini dijabarkan sub-sub komponen sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan proses belajar mengajar yang dianggap sangat penting untuk dicermati dalam akreditasi madrasah meliputi:
1) Kesesuaian perencanaan proses belajar mengajar dengan visi dan misi madrasah.
2) Dokumen persiapan mengajar dan analisis materi pelajaran.
3) Penyiapan sumber belajar dan alat peraga.
b. Pelaksanaan program kulikuler
Pelaksanaan programkulikuler merupakan inti dari proses belajar mengajar yang harus diperhatikan dalam akreditasi madrasah, dalam hal ini meluputi:
1) Kegiatan siswa.
2) Kegiatan guru.
3) Interaksi belajar mengajar.
c. Pelaksanaan program ekstra kurikuler
Program ekstra kurikuler juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan karena merupakan kegiatan pendukung utama dalam proses belajar mengajar, dalam hal ini meliputi:
1) Kegiatan siswa.
2) Kegiatan guru.
3) Interaksi belajar mengajar.
d. Hasil
Hasil yang dimaksud disini adalah hasil (outcome) yang dicapai dari proses belajar mengajarang secara garis besar dapat menggambarkan mutu / kualitas dari suatu madrasah, baik itu rendah maupun tinggi. Hal ini meliputi:
1) Nilai ujian ahir nasional
2) Nilai ujian ahir madrasah
3) Prestsi non akademik
4) Sikap dan kepribadian siswa
5) Tinggal kelas
e. Dampak yang dicapai dari proses belajar mengajar.
Yang dimaksud dengan dampak disini adalah akibat yang dicapai dari proses belajar mengajar, diantaranya adalah:
1) Penerimaan siswa
2) Keterterimaan dijenjang pendidikan selanjutnya
3) Dropout (putus sekolah)

2. Sumber daya
Untuk mendukung tujuan pembelajaran agar efektif dan efisien, madrasah membutuhkan ssumber daya yang memadai komponen sumber daya ini kemudian dijabarkan menjadi sub-sub komponen sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana pendidikan
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah berupa perlengkapan dan peralatan pendidikan yang dimiliki serta dimanfaatkan dalam mendukung proses belajar mengajar. Dalammhal ini meliputi:
1) Tanah dan gedung
2) Ruang (kelas, perpustakaan, laboratorium, dan ruang lainnya)
3) Peralatan (olah raga, alat peraga, komputer, dan sarana lainnya)
b. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pendidik dan tenaga kependidikan dalam madrasah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai peningkatan mutu madrasah, khususnya kualitas lulusan. Dalam hal ini meliputi:
1) Kepala sekolah
2) Guru madrasah
3) Tenaga lainnya
c. Sumber daya keuangan
Sumber daya keuangan merupakan salah satu tulang punggung penyelenggaraan pendidikan madrasah. Secara khusus yang dicermati disini lebih pada sumber keuangan berasal, serta kreatifitas penggaliannya. Dalam hal ini meliputi:
1) Swadana
2) Pemerintah
3. Manajemen madrasah
Kemampuan kepala madrasah serta seluruh perangkat dalam menyusun perencanaan, mengkoordinasikan dan mengelola seluruh sumber daya yang tersedia, serta komitmen terhadap pencapaian visi dan misi madrasah, merupakan hal yang amat menentukan bagi keberhasilan dalam menjaga dan meningkatkan mutu madrasah. Hal yang sangat menentukan dalam penilaian adalah ada tidaknya praktek manajemen mutu terhadap seluruh sumber daya pendidikan di madrasah. Komponen manejemen ini kemudian dijabarkan menjadi sub-sub komponen sebagai berikut:
a. Manajemen sarana dan prasarana
Dalam konteks manajemen sarana dan prasarana yang perlu menjadi perhatian adalah sejauh mana seluruh perlengkapan dan peralatan madrasah berfungsi dengan baik serta telah melalui suatu perencanaan yang terprogram, aksesibilitas dalam proses belajar mengajar, serta administrasinya. Dalam hal ini meliputi:
1. Perencanaan (adanya tujuan, rencana jangka panjang, dan rencana tahunan).
2. Pemanfaatan (kelas, ruang guru, laboratorium, perpustakaan, sarana/alat).
3. Pengendalian (pemantauan penggunaan ruang, kebersihan, perbaikan, perawatan).
b. Manajemen sumber daya manusia
Dalam kontek manajemen, sumber daya manusia lebih dititik beratkan pada perencanaan rekrotmen, penempatan (match), aktimalisasi tugas dalam jangka waktu tertentu, serta administrasi sumber daya manusia warga sekolah/madrasah. Dalam hal ini meliputi:
1) Perencanaan SDM (tujuan dan rencana pengembangan, jamgka pendek dan jangka panjang)
2) Pengorganisasian SDM (penempatan, pengoptimalan tugas dan fungsi, pemerataan beban tugas)
3) Pengerahan SDM (pembinaan sistemik, mekanisme penghargaan dan sanksi, penegakan aturan)
4) Pengendalian SDM (panduan monitorin, rekomendasi, dan tindak lanjut)
5) Implementasi kebijakan (majelis madrasah, pemilihan kepala madrasah KKM dam lainnya)


c. Manajemen keuangan
Manajemen keuangan adalah suatu keharusan karena sebagian besar program kegiatan sekolah/madrasah disesuaikan secara administrasii dengan kemampuan keuangan. Yang menjadi penekanan disini adalah perencanaan anggaran, efisiensi penggunaan, administrasi serta peraporan. Dalam hal ini meliputi:
1) Perencanaan anggaran (tujuan pengembangan, analisis kebutuhan, RAPBM)
2) Pelaksanaan (aturan penggunaan anggaran, dokumen dana keluar masuk, transparansi)
3) Laporan dan pertanggungjawaban () mekanisme, penyusunan laporan, dan monitorin.
4. Kultur dan lingkungan
Kultur dan lingkungan pendidikan yang efektif selalu ditandai dengan suasana dan kebiiasaan kondusif untuk kegiatan belajar baik secara fisik, sosial, mental-psikologis maupun sepiritual selain itu, hal ini juga dapat menunjukan sampai sejauh mana proses belajar mengajar di madrasah dapat membentuk karakter yang diinginkan. Dalam komponen kultur dan lingkungan madrasah ini dijabarkan menjadi sub-sub komponen sebagai berikut:
a. Suasana keislaman.
Suasana keislaman yang dimaksud adalah sejauh mana sekolah/madrasah telah menjadi bagian dalam pembentukan karakter keislaman terhadap siswa didiknya baik secara fisik maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa islami. Dalam hal ini meliputi:
1) Kondisi fisik yang islami
2) Kegiatan-kegiatan yang islami
b. Suasana sosial.
Suasana sosial yang dimaksud adalah berkaitan tentang hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, lembaga pendidikan lain, serta berkenaan dengan peran serta majelis sekolah/madrasah. Sejauh mana suasana sosial sekolah/madrasah dapat menjadi lingkungan yang kondusif dalam peningkatan mutu kualitas sekolah/madrasah. Dalam hal ini meliputi:
1) Hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat
2) Hubungan sekolah/madrasah dengan lembaga pendidikan lain
3) Peran komite sekolah/madrasah

Bobot dan nilai komponen,
Adapun obot dan nilai komponen meliputi :
1. Kondisi dan kinerja madrasah yang dinilai dalam kegiatan akreditasi ini meliputi 4 komponen, yaitu : proses belajar mengajar (PMB), Sumber Daya, Manajemen, Kultur dan Lingkungan Madrasah.
2. Setiap komponen memiliki beberapa sub komponen yang diajukan dalam bentuk kuesioner yang berisi item pertanyaan dan pernyataan. Jumlah kuesioner dalam setiap komponen sekaligus menunjukan bobot komponen tersebut.
3. Jumlah kuesioner unntuk seluruh komponen sebanyak 100 item, terdiri dari :
a. Komponen Proses Belajar Mengajar 35 item.
b. Kompoonen Sumber Daya (Sarana, Ketennagaan, dan keuangan) 25 item.
c. Komponen Manajemen 23 item.
d. Komponen Kultur dan Lingkungan Madrasah 17 item.
4. Setiap item kuesioner terdapat berbagai indikator yang menggambarkan tentang kondisi dan kinerja madrasah.
5. Angak 1-5 yang tercantum pada setiap indikator merupakan nilai yang diperoleh kuesioner. Jumlah nilai yang dapat diperoleh suatu madrasah minimal 100 dan maksimal 500.
6. jumlah nilai rata-rata setiap komponen mejadi pertimbangan penetapan status dan kualifikasi akreditasi madrasah.
7. untuk lebih jelasnya, bobot dari tiap komponen dapat dilihat pada tabel berikut:

No Komponen Bobot (%)
1 Proses Balajar Mengajar 35 %
2 Sumber daya 25 %
3 Manajemen 23 %
4 Kultur & lingkungan Madrasah 17 %
Total 100 %

G. Prinsip-Prinsip Akreditasi
Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang perlu dinamkan dalam proses akreditasi :
1. Objektif
2. Komprehensif
3. Adil
4. Transparan
5. Akuntabel

H. Prosedur dan alur Pelaksanaan Akreditasi Madrasah
1. Pelaksanaan akreditasi MI dan MTs






2. Pelaksanaan akreditasi MA









Sertifikat Akreditasi sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-S/M untuk jenjang pendidikan tertentu.
Masa berlaku akreditasi adalah selama 4 tahun, permohonan akreditasi ulang dilakukan 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan. Hasil akreditasi sekolah dinyatakan dalam peringkat akreditasi sekolah. Peringkat akreditasi sekolah terdiri atas tiga klasifikasi sebagai berikut yaitu: A (Amat Baik/Unggul), B (baik), C (Cukup). Adapun rincian rincian hasil nilainya adalah sebagai berikut:
a. Akreditasi A (Amat Baik/Unggul) bagi madrasah yang nilai rata-ratanya antara 451-500.
b. Akreditasi B (Baik) bagi madrasah yang nilai rata-ratanya antara 401-450.
c. Akreditasi C (Cukup) bagi madrasah yang nilai rata-ratanya antara 351-400.

I. Nasib Mutu Pendidikan Madrasah sebab Akreditasi
Ilustrasi tentang Akreditasi tentu sedikit jelas telah memberi informasi adanya upaya yang luar biasa pada kubu pemerintah terhadap peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di negeri kita ini, seiring dengan upaya dan strategi yang positif itu, tentu juga akan mengukir fenomena yang kurang positif bagi pihak lain.
Institusi pendidikan tentu akan berperan sebagai pemberi jasa, sehingga bisa dikatakan setiap institusi memiliki pelanggan yang bermacam-macam. Jika tujuan mutu adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan, maka hal penting yang perlu diperjelas adalah kebutuhan dan keinginan siapa yang harus terpenuhi?
Istilah pelanggan dalam dunia pendidikan tentu akan terkesan komersial, biasanya akan diperhalus dengan istilah klien atau yang lebih tepat adalah pelajar atau murid. Namun masalahnya bukan pada istila-istilah itu, akan tetapi bagaimanakah fokos perhatian lembaga pendidikan pada keinginan para pelanggan dan mengembangkan mekanisme yang untuk merespon mereka, sehingga sifat jasa yang diberikan lemaga pada pelanggannnya menjadi hal yang sangat penting. Disinilah kemudian akan lahir bentuk pemasaran semu, dan yang paling baik adalah pemasaran yang dipilih oleh para pelajar untuk kepentinggan mereka masing-masing. Satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan pelajar (bisa dikatakan pendidikan) adalah kesuksesan lembaga/institusi pendidikannya.
Jika kita kembali pada akreditasi dan meninjau peran “pelanggan ” tadi, tentu akan menimbulkan pertanyaan besar, seberapa besar jaminan mutu pendidikan yang dinilai di atas kertas oleh tim assesor baik secara lokal maupun nasional? Akan terjadi kesulitan dalam mempertemukan kebutuhan pelanggan yang bervariasi dalam satu wadah dan dalam prosesnya akan ada konflik yang potensial dan aktual. Pelajar/pelanggan akan mencari keadilan pula. Mutu dan keadilan harus berjalan seiring.
Hal inilah yang kemudian memaksa institusi mempertemukan kebutuhan pelajar dan mekanisme dana, dan sebagian institusi pendidkan merasa kesulitan untuk mendahulukan pelajar. Penekanan efisiensi mutu melalui mekanisme dana inilah yang menjadi penyebab utama, sementara penilaian menurut mekanisme dana tidak selamanya sesuai dengan umpan balik mutu yang diharapkan pelanggan. Ini merupakan isu-isu yang cukup sulit untuk dipecahkan dan TQM tidak memberi jawaban yang siap pakai untuk hal itu. Yang penting bagi TQM adalah fokus terhadap pelajar.
Hal ini (akreditasi)—tidak berlebihan untuk dikatakan ancaman— bagi lembaga yang teragreditasi tinggi atau justru menjadi anjuran meraka dalam pertimbangan mutu dan kualitasnya. Dan ancaman yang tidak kalah menantang juga terjadi pada lembaga yang nilai akreditasinya (nilai mutunya) rendah (terlebih yang belum terakreditasi) akan manjadi “tawar menawar” kualitas bahkan penggadaian jaminan mutu demi akreditasi, karena “konsumen” akan menentukan pilihannya di pasar pendidikan negeri ini yang secara transparansi dan reformasi.

J. Kesimpulan dan Penutup
Penyelenggaraan akreditasi madrasah merupakan kebutuhan bersama, baik pemerintah, masyarakat, maupun bagi lembaga pendidkan itu sendiri. Bagi pemerintah penyelanggaraan akreditasi memiliki arti yang penting, walau secara kuantitas jumlah madrasah sangat banyak dan tersebar hingga pelosok daerah; mengingat sebagian besar madrasah adalah inisiatif masyarakat secara swadaya, namun demikian keterbatasan sumber daya keuangan dan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan akreditasi madrasah merupakan masalah yang tentu membatasi jumlah madrasah yang dapat diakreditasi setiap tahunnya.
Menurut sigkat penulis, akreditasi adalah bumerang kecil bagi pihak pengelola pendidikan jika dalam meningkatkan mutu kualitas madrasah secara yuridis hukum menjadi ajang konflik internal bahkan eksternal dalam mencapai target kuantitas dari pelanggan bukan kualitasnya dan melalikkan kepuasan terselubung atas mutualisme yang terjadi dalam transaksi nilai pendidikan di madraasah, tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa akreditasi madrasah/sekolah dapat bersudut pada marketable yang bermuara pada money education. Yang mendapat laba adalah yang laris di pasaran pendidikan, dan yang “defisit” adalah yang sepi pelanggan, akankah persaingan semacam (dianggap ancaman dan anjran) ini terus berlangsung? Jawabannya adalah ya, persainggan dalam dunia pendidikan memang harus terjadi secara positif, dan jika kita ingin mengetahui mutu atau tidaknya suatu madrasaah kita harus terpaksa bisa menilai otu put dan out come, toh walaupun itu bukan jaminan pasti. Namun jika kita keluar dari problematika money education tentu kita bisa mencoba dan mempelajari kembali TQM yang bisa menjadi pertimbangan mutu pendidikan nasional yang masih duduk di gerbong 111 dari sekiang negara di dunia ini.
Demikianlah uraian dari makalah kami ini, semoga bisa memberi manfaat bagi pembaca. Dan karena keterbatasa segala halnya, tentu uluran kriti dan saran yang konstruktif dapat dimuntahkan dalam forum perkuliahan ini.
Wallahu a’lam.



DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama RI, Pedoman Akreditasi Madrasah, Jakarta: direktorat jendral kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2005.
Departemen Agama RI, UU dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006.
Hidayat, Ara, Imam machali, 2010, Pengeloolaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Educa.
Mastuhu, , 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Mulyono, 2008, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Sallis, Edwar, 2008, Total Quality Management in Education (Terjemah), Yogyakarta, IRCiSoD.
Tilaar, 1995, 50 Tahun pembangunan Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Grasindo.
Umaedi, 2004, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah, Jakarta, Pusat Kajian Manajemen Mutu Pendidikan.
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bandung : CV. Tamita Utama, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar